Daftar Blog Saya

Rabu, 24 Januari 2018

ARSITEKTUR BIOLOGIS


WILDHAN ALSYAFBADRI
27316650
UNIVERSITAS GUNADARMA
 
Dalam arsitektur dikenal istilah arsitektur biologis, yaitu ilmu penghubung antara manusia dan lingkungannya secara keseluruhan yang juga mempelajari pengetahuan tentang hubungan integral antara manusia dan lingkungan hidup, dan merupakan arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan. Istilah arsitektur biologis diperkenalkan oleh beberapa ahli bangunan, antara lainProf. Mag.arch, Peter Schmid, Rudolf Doernach dan Ir. Heinz Frick. Sebenarnya, arsitektur biologis bukan merupakan hal yang baru, sebab sejak ribuan tahun yang lalu nenek moyangkita telah menerapkan konsep dasar dari arsitektur biologis ini, yaitu dengan membangun rumah adat (tradisional) menggunakan bahan-bahan yang diambil dari alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan mempertimbangkan rancang bangun yang dapat tahan dengan segala macam ancaman alam, seperti hewan buas dan bencana seperti banjir, longsor,gempa, dan lain-lain.
Arsitektur Biologis lebih memanfaatkan potensi alam berdasarkan pembangunan berwawasan lingkungan. Kualitas dari arsitektur sulit diukur batasan antara arsitektur yang bermutu dan yang tidak bermutu. Kualitas bisa dinilai dari bentuk bangunan serta konstruksi namun kurang mementingkan kualitas penghuni yang dirasakan yang memungkinkan ketertarikan terhadap arsitektur ini. Dalam Arsitektur Biologis diupayakan dalam perancangan arsitektur  memperhatikan aspek lingkungan serta meningkatkan kualitas kehidupan.
Konsep arsitektur biologis saat ini menjadi lebih kontemporer. Arsitektur biologis mempergunakan teknologi alamiah untuk mengurangi keadaan kritis alam yang sudah mulai terancam, untuk meningkatkan kualitas kehidupan yaitu berupa kerohanian, dan kualitas bangunan dengan bagian-bagian material.
Melalui konsep arsitektur biologis, para arsitek diajak memahami rumah sebagai sebuah bangunan organis, untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Kualitas bangunan dengan bagian-bagian material dan rohani menentukan kualitas lingkungan hidup manusia. Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam mewujudkan arsitektur biologis adalah bahan-bahan bangunan dari alam. 
Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam mewujudkan arsitektur biologis adalah bahan-bahan bangunan dari alam, terdiri dari:
  • Bahan bangunan alam yang dapat dibudidayakan lagi,digunakan dalam arsitektur biologis, seperti kayu, bambu, rumbia, alang-alang dan ijuk.
  • Bahan bangunan alamiah yang dapat digunakan lagi menjadi bangun arsitektural adalah tanah liat, tanah lempung dan batu alam.
  • Bahan bangunan alam yang diproses pabrik atau industri adalah batu artifisial yang dibakar (batu merah), genting flam, genting pres dan batu-batuan pres (batako).

PENERAPAN ARSITEKTUR BIOLOGIS
Kualitas bangunan dengan menggunakan bagian bagian material dan rohani juga menentukan kualitas lingkungan hidup manusia. Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam mewujudkan arsitektur biologis adalah bahan-bahan bangunan dari alam. Perencanaan arsitektur biologis memperhatikan konstruksi yang sesuai dengan tempat bangunan itu berada. 
Perencanaan arsitektur biologis senantiasa memperhatikan konstruksi yang sesuai dengan tempat bangunan itu berada. Teknologinya sederhana, bentuk bangunannya pun ditentukan oleh fungsi menurut kebutuhan dasar penghuni dan cara membangunnya. Bentuk bangunan ditentukan oleh rangkaian bahan bangunannya.
                Konstruksi bangunan yang digunakan ada yang bersifat masif (konstruksi tanah, tanah liat dan lempung), berkotak (konstruksi batu alam dan batu-batu merah), serta konstruksi bangunan rangka(kayu dan bambu). Atas dasar pengetahuan tentang bahan bangunan tersebut, akhirnya tercipta bentuk-bentuk bangunan yang berkaitan dengan sejarah arsitektur.
Dalam konsep arsitektur biologis lebih di arahkan untuk  menjaga alam,perpaduan antara manusia dengan alam artinya setiap bangunan yang akan di bangun tidak memiliki dampak negatif terhadap alam dan dapat menciptakan suatu karya arsitektur yang ramah lingkungan, tahapan arsitektur biologis dapat tercapai apabila :
1. Penggunaan material yang ramah lingkungan
2. Membuat solusi untuk mengatasi dampak negatif yang akan terjadi pada lingkungan sekitar.
Disarankan, pembangunan lingkungan harus terdiri dari dinding dan atap hidup yang menyediakan oksida dan energi. Pendidikan arsitektur barat sebenarnya kurang tepat diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda-beda. Karena itu, arsitektur biologis lebih mudah berkembang di Indonesia.
CONTOH ARSITEKTUR BIOLOGIS
  • TRADISIONAL


Rumah Adat Bali
  • MODERN 


PEMAHAMAN TENTANG ARSITEKTUR BIOLOGIS

      Arsitektur Biologis, dari pengertiannya arsitektur ini memiliki hubungan antara manusia dengan lingkungannya secara keseluruhan dan juga merupakan arsitektur kemanusiaan yang mengutamakan kesehatan. Arsitektur biologis sudah diterapkan pada jaman nenek moyang kita yang membangun rumah tradisional dengan material-material alam sehingga tidak mencemari lingkungan disekitar. Dalam konsep arsitektur biologis lebih di arahkan untuk  menjaga alam, perpaduan antara manusia dengan alam artinya setiap bangunan yang akan di bangun tidak memiliki dampak negatif terhadap alam. Arsitektur biologis juga mempertimbangan rancang bangun yang dapat tahan dari segala macam ancaman baik dari hewan buas maupun bencana alam.

Terkadang, arsitektur biologis disamakan dengan Green Architecture. Tetapi keduanya memiliki perbedaan, yaitu dimana green architecture atau arsitektur hijau adalah arsitektur yang meminimalkan menggunaan sumber daya alam, termasuk energi, air, dan material. Persamaan antara arsitektur biologis dengan green architecture adalah sama-sama meminimalkan dampak negatif pada lingkungan alam sekitar. 
source;

KOTA BERWAWASAN LINGKUNGAN

WILDHAN ALSYAFBADRI
27316650
UNIVERSITAS GUNADARMA
Kota bewawasan lingkungan adalah kota yang sadar akan keadaan lingkunan sekitarnya tidak terpaku dengan tanaman atau tumbuhan saja melainkan seluruh komponen yang ada dalam lingkungan tersebut seperti hewan bahkan ekosistemnya. Pembangunan pada hakikatnya ialah mengubah keseimbangan baru, yang dianggap lebih baik untuk kehidupan manusia dan merupakan suatu proses multi dimensi yang melibatkan segala sumber daya yang ada dalam rangka usaha meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat, yang dilakukan secara berkelanjutan serta berlandaskan kemampuan yang mengacu pada ilmu pengetahuan dan teknologi, namun tetap memperhatikan permasalahan yang ada serta sistem pembangunan yang tetap memperhatikan lingkungan hidup termasuk sumber daya alam yang menjadi sarana untuk mencapai keberhasilan pembangunan dan jaminan bagi kesejahteraan hidup di masa depan.
Pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu adanya saling keterkaitan beberapa sektor, antara lain lingkungan dan masyarakat serta kemanfaatan dan pembangunan. Pembangunan akan selalu berkaitan dan saling berinteraksi dengan lingkungan hidup. Interaksi tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Pengetahuan dan informasi tentang berbagai interaksi tersebut sangat diperlukan dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
Ciri pembangunan berwawasan lingkungan :
  1.  Pembangunan yang dilaksanakan mampu meminimalkan kerusakan dan pecemaran lingkungan.
  2. Pembangunan yang dilaksanakan memerhatikan antara lingkungan fisik dan lingkungan emosi.
  3. Pembangunan yang dilaksanakan mampu mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara efektif, efisien, dan bijaksana.
  4. Pembangunan yang dilaksanakan mendasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan serta memerhatikan moral atau nilai-nilai adat yang dianut dalam masyarakat.
  5. Pembangunan yang dilakukan harus memiliki sifat-sifat fundamental dan ideal serta berjangka pendek dan panjang.
  6. Pembangunan yang dilaksanakan mampu memerluas lapangan dan kesempatan kerja.
  7. Pembangunan yang dilaksanakan harus mampu melakukan pemerataan atau keseimbangan kesejahteraan rakyat.
  8. Pembangunan yang dilakukan harus mampu melakukan pemerataan atau keseimbangan kesejahteraan hidup antara golongan dan antardaerah.
  9. Pembangunan yang dilaksanakan dalam tingkat laju pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi.
  10. Pembangunan yang dilakukan harus berpedoman untuk selalu mempertahankan stabilitas politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan nasional.

Ada 3 hal mendasar yang harus diperhatikan :
  1. Aspek Ekonomi                      : pembangunan harus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,
  2. Aspek Sosial                          : pembangunan di tingkat masyarakat harus memperhatikan  kesehatan                                                  lingkungan dan masyarakat
  3. Aspek Lingkungan                  : pembangunan harus selalu memikirkan kelestarian lingkungan dan  menjauhkan kerusakan lingkungan dan pencemaran.
Dalam UULH pasal 1 angka 13 (Jayadinata 1992 lampiran 6) menyebutkan “Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup”. Kalau uraian tersebut dianalisis lebih jauh tentang konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan, ada beberapa cerita yang perlu diberi penekanan yang lebih mendalam, yaitu :
  1.  Konsep Usaha Sadar, Yaitu pembangunan perkotaan yang akan dilaksanakan, bukan dilaksanakan secara sepintas lalu. Namun bertolak ukur dengan falsafah bangsa dan perundang-undangan yang berlaku. Menyadari akan tujuan dan manfaat pembangunan serta mempertimbangkan tentang keserasan lingkungan tanpa merusak lingkungan.
  2. Bijaksana dan Berencana, Berarti dalam melaksanakan pembangunan perkotaan terlebih dahulu harus melalui perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek ekologis.
  3. Pembangunan yang Berkesinambungan, Pembangunan yang akan dilaksanakan melalui tahap-tahap jangka panjang dan tidak mempunyai akhir. Harus dipertimbangkan bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan bukan hanya untuk kepentingan sekarang, tetapi untuk generasi yang akan datang.
  4. Meningkatkan Mutu Hidup, Tujuan pembanguna yang akan dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang akan menkmati pembangunan. Untuk mencapai mutu hidup banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, termasuk faktor intelektualitas, faktor ekonomi, dan faktor sosio-kulturalnya.

Metode dan Teknik Perencanaan Lingkungan
Metode yang digunakan dalam perencanaan lingkungan pada dasarnya tidak berbeda dengan metode yang digunakan pada perencanaan yang lain. Pokok-pokok yang menjadi fokus analisis dalam perencanaan akan muncul pada seluruh tahapan proyek dan bervariasi menurut tingkatan kerumitannya.
Pada tahap awal, biasanya berkaitan dengan persoalan rekayasa, keamanan dan kesehatan yang diketahui atau diharapkan. Selanjutnya proses tersebut akan menjadi lebih analitis, karena pokok persoalan yang muncul berkaitan dengan pengujian prosedur perencanaan dan desain.
Pendekatan yang digunakan memang bervariasi. Pendekatan ini pada umumnya mencakup pemeriksaan lapangan. Setelah itu, disertai usaha untuk mendapatkan ukuran lapangan. Data tersebut diperoleh dari data sekunder, seperti peta topografi, peta tanah, keadaan cuaca.
Pengelolahan pembangunan yang berwawasan lingkungan harus mendasarkan pada pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang guna menyokong pembangunan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Contoh Kota Berwawasan Lingkungan
Vancouver, Canada



Vancouver dijuluki kota paling layak huni oleh majalah Economist. Kota ini juga Model kota di Kanada dalam hal sumber energi terbarukan, saat ini Vancouver memasok 90% kebutuhan pasokan listrik dengan energi listrik tenaga air (hydroelectric). Pada tahun 2005 Kota Vancouver menerapkan strategi green building untuk memastikan bahwa semua bangunan yang dibangun menawarkan kinerja lingkungan dan kesehatan yang lebih baik bagi penghuni dan warga negara.
Angin, matahari, gelombang dan tidal energi telah digunakan secara luas untuk menjaga kelestarian lingkungan di kota ini. selain itu kota ini juga telah mengembangkan rencana 100 tahun untuk berkelanjutan dalam rangka terus hijau, meskipun kota ini sudah memiliki lebih dari 200 taman.
Bahkan ketika Vancouver dipercaya untuk menyelenggarakan olimpiade musim dingin pertama dengan mengusung tema sustainable, kota ini memanfaatkan sampah elektronik sebagai medali dan membangun stadion yang sangat “green”.
Kota ini berencana untuk mengurangi emisi rumah kaca ke tingkat 20% lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan pada tahun 1990 selama pembentukan Protokol Kyoto. Untuk melakukan hal ini, Vancouver berencana untuk berinvestasi untuk pengembangan listrik tenaga angin, matahari , sistem energi gelombang dan pasang surut. Pemerintah bahkan mengusulkan untuk menerapkan teknologi baru seperti compactor sampah bertenaga surya yang dapat menangi lima kali lebih banyak sampah buangan konvensional, sehingga lebih sedikit polusi yang dilepaskan oleh truk sampah di jalan-jalan.
Vancouver adalah sebuah kota yang menawarkan sebuah kota hijau yang menjanjikan masa depan, menghargai warisan alam dan menawarkan keterlibatan semua pihak.
Surabaya, Indonesia

Penerapan kota berwawasan lingkungan biasanya ada pada proyek-proyek besar. Salah satu contohnya adalah kota Surabaya. Indonesia memimpin pertemuan Environmentally Sustainable Cities. (Surabaya, 28 Februari 2014.) 
Penerapan “Green building” atau bangunan yang memiliki visi ramah lingkungan tidak terbatas pada gedung-gedung bertingkat, melainkan bangunan lain seperti perumahan. Bangunan memberikan kontribusi yang besar terhadap gas rumah kaca, selain transportasi massal cepat. Karena itulah, mau tidak mau “green building” jadi prioritas agar kualitas lingkungan lebih baik.

Gedung pemerintahan di Surabaya masih banyak yang belum menerapkan sistem tersebut, sehingga ke depan, pihaknya akan menekankan untuk kantor pemerintahan mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan hingga kantor setingkat dinas di pemerintah kota menerapkannya. Prinsip sudah diterapkan dan sudah ada evaluasi untuk gedung pemerintahan, tinggal bagaimana mengoptimalkan sirkulasi pencahayaan alami, sirkulasi udara yang tidak semata-mata mengandalkan AC dan instalasi pengolaan limbah.
Salah satu bangunan yang menerapkan konsep green building adalah Singgasana Hotel Surabaya. Hotel dengan konsep resort tanpa bangunan tingkat ini memungkinkan penghuni ataupun pengunjung tidak memerlukan lift atau escalator untuk menuju ke kamar atau ruangan tertentu.


Pemanfaatan water treatment plan untuk mengolah dan memanfaatkan air, menjadi salah satu faktor penghematan biaya untuk penggunaan air di Singgasana Hotel Surabaya. Penggunaan air untuk mandi, mencuci dan menyiram kebun, diperoleh dari air sungai Surabaya, dimana limbahnya selain masih dimanfaatkan, juga diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran sanitasi kota. Begitu juga dengan Kota Surabaya itu sendiri, saat ini di kota tersebut mulai banyak pembangunan taman-taman kota yang berfungsi sebagai paru-paru kota.
source;

Senin, 01 Januari 2018

Derita Sungai Zaman Now (Gak semua sih)

ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN 

 

WILDHAN ALSYAFBADRI

27316650 / 2TB03
UNIVERSITAS GUNADARMA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnKapzXHhO1eM_CoySVuyUH_c3_dOyqNieq49NyRMfBSI3B5iZaRhMlbi1TgkC3El5Gvxeld7Is1Bp3ZEutFLUHm3xSk-9JUllbhefQfzUkLbwZlg0Tf951CAK-n2eb-NjqvNbzcV7PVkA/s1600/creep.ru.nature.004.jpg
Cagar Alam Peninjauan Mancak-Serang, Banten, Indonesia
Semua kekayaan yang ada di bumi ini, baik biotik maupun abiotik, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam. Tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroba merupakan sumber daya alam hayati, sedangkan faktor abiotik lainnya merupakan sumber daya alam nonhayati. Pemanfaatan sumber daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumber daya alam bersifat terbatas.

Tekanan dari luar untuk memenuhi kebutuhan hidup dewasa ini lebih intrusif lagi. Pertama-tama disebabkan tekanan ekonomis memaksa eksplorasi kekayaan sumber daya alam dengan mengonversi yang tumbuh di atas bumi misalnya, kayu hutan hujan menjadi bahan baku pada pabrik plywood serta kilang gergaji. Hutan dan tanah dusun juga dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.



https://vannblog.files.wordpress.com/2010/07/borneokalimantanroadforesttruck_17931_282859.jpg 
 
Kedua, kekayaan dari perut bumi, yakni mineral-mineral digali dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk permintaan pasar dunia. Itu menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat pasca tradisional lebih diprioritaskan dibandingkan kebutuhan masyarakat pra modern. Bahan mentah sebenarnya terletak di “Lebensraum” kelompok tradisional. Sejak lama Kalimantan dilihat sebagai sumber alam yang tidak ada habis-habisnya, padahal sumber itu sebenarnya terbatas.

 

https://3.bp.blogspot.com/-4-PtLy4-jbE/V111H-GCyZI/AAAAAAAAJ70/q1vtbINjPGcjG6_4IF3Jv0sGGUzaqeuzgCLcB/s640/0a.jpg

Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat.

Bencana tanah longsor disebabkan oleh penggundulan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan. Ketika hutan dalam keadaan gundul maka formasi tanah akan menjadi larut dan menggelincir diatas bidang licin pada saat terjadi hujan. Sehingga bencana banjir yang disertai tanah longsor tidak dapat dihindarkan lagi.

Bencana banjir yang selalu terjadi setiap tahun hampir di seluruh wilayah Indonesia disebabkan oleh polah tingkah manusia yang suka membuang sampah sembarangan yang mengakibatkan rusaknya tata guna lahan dan air. Tata guna lahan dan air menyebabkan laju erosi dan frekuensi banjir meningkat.

Eksploitasi hutan di daerah hulu yang dapat menghilangkan fungsi hutan di daerah hulu sebagai penutup lahan terhadap tumpahan air hujan dan penghambat kecepatan aliran permukaan juga dapat menyebabkan banjir. Pembangunan dan penataan sarana-sarana fisik yang tidak teratur dan pengguanaan lahan yang tidak seimbang di kota-kota besar seperti Jakarta merupakan salah saru sebab ibu kota negara ini tidak pernah absen dari bencana banjir. Contoh: Tidak diperhatikannya aspek drainase, banyaknya bangunan di bantaran sungai, berubahnya fungsi lahan dan lain-lain.
 


 nah ini... gua akan ngambis studi kasus bangunan bangunan di bantaran sungai..



https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/36/Ciliwung_090419-7685.JPG/220px-Ciliwung_090419-7685.JPG

Kalau kalian pernah menjumpai rumah-rumah di sekitar sungai coba kalian perhatikan apakah rumah tersebut mengganggu pemandangan atau merusak lingkungan. Membangun rumah disekitar sungai apalagi kalau pondasi rumahnya sampai masuk kedalam sungai sama saja dengan mempersempit sungai dan memperlebar potensi bahaya, dari segi keindahan juga kurang indah.

Coba perhatikan rumah-rumah di pinggir sungai pasti limbah rumah tangga dialirkan langsung ke sungai otomatis hal ini akan mengkotori sungai dan sampah juga akan langsung dibuang ke sungai seolah-olah sungai adalah tempat sampah raksasa bagi warga yang tinggal di pinggir sungai.
 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlfqSkQMNnFAvH9T85CVRwSzAoH3RTwsk1jPKlX_KcAZJwOeIM2aCjG490eTTIUBDkJSkNvPOCCN7r-xjmCfAK7tGv-Lpfrp8w8libqBSbLmf4K1unNXHfqbdIuZNmICNeTj2siYmBj1U/s1600/rumah+kumuh+di+pinggir+sungai.jpg
Situasi pemukiman di bantaran Sungai
Rumah-rumah di tepi sungai sudah pasti menghilangkan pohon-pohon yang seharusnya ada disepanjang aliran sungai sehingga tanah tidak bisa menampung air hujan dengan maksimal, kalau tanah sudah tidak bisa menampung akibatnya tanah bisa longsor. Makanya mulai sekarang jangan membuang sampah sembarangan ya, hentikan penebangan pohon secara liar dan tentunya jangan membangun rumah di pinggir sungai.ak dapat dipungkiri, keberadaan mayoritas bangunan perumahan di bantaran sungai menjadi biang kerok terjadinya banjir Kebanyakan dari ego yang tinggi hanya memerhatikan kepentingan individu dan kelompoknya sendiri, dengan mengabaikan dampak buruk bagi lingkungan dan orang lain, bahkan membahayakan diri sendiri. 
 
https://pbs.twimg.com/media/ClZYMAxVYAAU-oH.jpg
Kolam di tengah Kolam
Bapak Sobirin, salah seorang anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPLKTS) dan Bandung Spirit dalam opininya di harian Pikiran Rakyat, 8 Januari 2008 berkomentar sebagai berikut,. “Permukiman di daerah sempadan sungai telah tumbuh sebagai fakta sejarah, merupakan manifestasi tuntutan kebutuhan ruang, yaitu ketika jumlah penduduk semakin banyak dan lahan sangat terbatas.

Lahan di pinggir sungai dianggap ”tidak bertuan”, kemudian diwujudkan dalam ekspansi ruang dengan membangun hunian tempat tinggal. Akhirnya hunian tersebut menjadi masalah ketika pemerintah terlambat menangani. Pemerintah tak mampu lagi mengendalikan pertumbuhan bangunan yang semakin memadati sempadan sungai dan bencana banjir datang secara rutin setiap tahun….

….Menurut perundang-undangan, membangun dan tinggal di daerah sempadan sungai adalah tidak benar. Berubahnya sempadan sungai yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan lindung setempat menjadi kawasan hunian akan berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air


Adapun aturan sempadan sungai bukannya tak ada. Hanya saja selain terjadi pembiaran, aturan tak ditegakkan, semestinya pembangunan liar di bantaran sungai itu dicegah sejak dini. Jangan sampai nanti jika sudah tumbuh rumah-rumah permanen, barulah dilakukan penindakan. Tentunya akan menelan biaya dan enerji lebih besar. Serta akan merugikan mereka yang sudah kepalang mendirikan bangunan secara liar di bantaran sungai.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, diamanatkan bahwa sempadan sungai merupakan kawasan lindung.

Sesuai dengan Permen PU No. 63/PRT/1996 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, danBekas Sungai, menetapkan:

Pasal 6 ayat 1: Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan sebagaiberikut: Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Pasal 8: Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria:

Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter, garis sempadan dan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 meter, garis sempadan sekurang-kurangnya 30 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan.

Pasal 12: Pada daerah sempadan dilarang:Membuang sampah, limbah padat dan atau cair.Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha
.

Berdasarkan Permen PU No. 63/PRT/1996, bangunan yang didirikan di pinggir sungai adalah terlarang, di mana akan membahayakan bagi penghuninya maupun lingkungan sekitarnya.

Kewenangan penertiban bangunan terlarang tersebut berada pada aparatur Daerah setempat berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Demikian peraturan yang penulis cuplik dari web site Ditjen Cipta Karya. 
 
Dalam buku “Bandung Tempo Doeloe” karya Haryoto Kunto,terbitan Granesia Bandung, diceritakan Pancuran Tujuh, mata air di kawasan Ciumbuleuit kini sudah punah. Serta mirisnya riwayat selokan serta sungai yang dulu jernih, kini sudah menjadi aliran yang kotor dan bau.

Masalah peraturan dan himbauan, sebenarnya takkan pernah efektif tanpa dukungan sumber daya manusia yang tahu, mengerti, paham dan handal dalam menyikapi gaya hidup ramah lingkungan.

Apalah artinya semua ilmu pengetahuan, peraturan, rencana-rencana gemilang tanpa sosok pelaksana yang kredibel. Apalah artinya cetak biru dan perencanaan paripurna jika tidak ada yang merealisasikannya dengan cara cerdas, berwawasan, dengan ditenagai semangat dari hati nurani yang jernih.

Perhatikan saja (berita Harian Pikiran Rakyat 30 November 2011 halaman 3), bagaimana bangunan liar di jalan Tamansari Bandung bisa memiliki rekening PLN resmi. Saat dibongkar oleh satpol PP mereka tercatat sebagai pelanggan resmi, yang nota bene syarat pelanggan PLN itu harus memiliki IMB yang sah.

Simak pula betapa merdekanya bangunan-bangunan berdiri di daerah aliran sungai, pada sempadan yang berbahaya buat mereka sendiri, sekaligus membahayakan lingkungan. Bukan tak mungkin mereka merasa berani dan aman karena tak ada tindakan tegas dari yang berwenang sekaligus terjadi pembiaran, bahkan malah dilindungi dukungan dari para oknum.

Maka, masalah air dan pelestaran lingkungan secara terpadu tak cukup hanya mengedepankan aturan, rencana tata ruang, atau kepiawaian teknis dan sains belaka. Tapi juga harus memerhatikan masalah mentalitas dan moral. Dan justru masalah mentalitas dan moral sumber daya pelaksana inilah hambatan terbesarnya.

Adakah masyarakat kita dan kalangan legislatif, eksekutif dan yudikatif menjalankan fungsinya secara benar? Kebutuhan kita memahami daruratnya masalah air dan pengetahuan formil lingkungan hidup kini menjadi penting.

Materi Pendidikan Lingkungan Hidup di sekolah sudah berjalan. Namun ketika pendidikan formil menjadi mahal, dapatkah semua anak bangsa menyerapnya?

Ketika kaum papa dan miskin tengah sibuk dalam pergulatan ekonomi yang kian sulit, jurang kaya dan miskin semakin melebar, pendidikan tak lagi bersahabat dengan si miskin. Mungkinkah mereka masih memiliki optimisme, atau justru menjadi apatis oleh keletihan? Sebab hidup susah sudah sangat melelahkan, memikirkan nasi buat esoknya saja sudah kepayahan, kerap mereka tak bisa paham soal menjaga lingkungan? Sangat logis jika mereka frustrasi, menjadi pelaku vandalisme, buang hajat dimana saja, dan buang sampah dimana saja. Bagi mereka gaya hidup mapan itu tak lagi terpikirkan.

Lantas berapa banyak pendidikan agamis menekankan soal lingkungan hidup? Sudahkan para pemimpin religi kita menjelaskan makna dosa saat merusak lingkungan? Seberapa banyak Majelis Taklim kita memberikan pembelajaran bahayanya kerusakan lingkungan dan dosa besar merusak lingkungan, serta apa kriteria perbuatan yang merusak lingkungan?

Betapa ironisnya jika pengerukan sungai, penghijauan, menata dan membuat taman di sempadan sungai dan di bantaran sungai berlanjut dengan keterlantaran. Artinya tidak diimbangi dengan pemeliharaan yang disiplin dan konsisten. Mentalitas disiplin juga amat menentukan.

Sudahkan budaya disiplin dan jiwa pekerja keras kita hidup? Atau justru budaya lamban, ceroboh, santai dan malas yang berkembang?   

sumber   : 

https://kicknews.today/2017/07/04/dianggap-jadi-biang-kerok-banjir- pemkot-akan-bongkar-bangunan-pinggir-sungai 
 

http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=&idBerita=2164


http://kovoid.blogspot.co.id/2014/02/potensi-bahaya-bangunan-rumah-di.html


http://eastlamp-lampeast.blogspot.co.id/2012/06/eksploitasi-sumber-daya-alam.html

http://mancakpanenjoan.blogspot.co.id/