Daftar Blog Saya

Senin, 04 Juni 2018

Bocor

Kebocoran data Facebook pertama kali diungkap Christopher Wylie, mantan kepala riset Cambridge Analytica, pada Maret lalu. Mulanya, data tersebut disedot oleh peneliti dari University of Cambridge, Aleksandr Kogan, menggunakan aplikasi survei kepribadian. Praktik yang dilakukan sepanjang 2014 itu berhasil mengumpulkan data pribadi 87 juta pengguna Facebook.
Data yang diperoleh secara ilegal tersebut lantas dijual ke perusahaan konsultan politik asal Inggris, Cambridge Analytica. Berbasis data itu, Cambridge mendesain iklan politik calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam pemilihan presiden 2016. Perusahaan yang terlibat dalam pemilihan umum di banyak negara itu juga merancang berita bohong.
Manajemen Facebook mengakui adanya kebocoran data 87 juta akun penggunanya. Akun yang paling banyak dibobol adalah milik pengguna asal Amerika Serikat, yakni 70,6 juta akun, diikuti akun asal Filipina sebanyak 1,1 juta.

Sekitar satu juta orang lainnya berpotensi terkena dampak sebagai teman dari pengguna aplikasi, dia menambahkan.
Aplikasi tersebut menggunakan fitur Facebook Login, yang memungkinkan pengembang pihak ketiga mengakses kategori data tertentu yang dibagikan pengguna dengan teman mereka. Data pengguna yang diperoleh melalui cara ini diberikan Dr. Kogan ke Cambridge Analytica tanpa sepertujuan Facebook.
Ruben mengatakan, kejadian ini adalah bentuk pelanggaran kepercayaan oleh pengembang aplikasi pihak ketiga.
"Kejadian ini adalah bentuk pelanggaran kepercayaan dan kegagalan kami untuk melindungi data pengguna. Oleh karena itu kami mohon maaf atas kejadian tersebut," kata Ruben.
Namun beberapa anggota Komisi I menyoroti bahwa kebijakan platform Facebook dengan pihak ketiga tidak disertai sanksi tegas bagi pihak yang melanggar.

"Dari sini kita lihat bahwa Facebook belum maksimal memberikan perlindungan data pada konsumennya. Walaupun mereka mengatakan sanksinya di-takedown, aplikasinya tidak boleh masuk (Facebook), saya rasa itu adalah sanksi yang sangat ringan," kata Meutya Hafid dari Fraksi Golkar.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR Sukamta mendesak pemerintah Indonesia mengambil tindakan tegas terhadap Facebook setelah data hampir 1,1 juta pengguna di Indonesia diambil oleh Cambridge Analytica.
"Pemerintah harus tegas terhadap media sosial termasuk Facebook di sini. Mestinya pemerintah bisa melakukan tindakan tegas kepada Facebook sebagaimana pernah dilakukan kepada Telegram dan Tumblr," kata Sukamta kepada BBC Indonesia.
"Pemerintah mungkin bisa memblokir sementara layanan Facebook sampai mereka bisa menjelaskan mengapa insiden kebocoran data itu terjadi, kapan dan untuk apa data pengguna Indonesia itu dipakai," kata Sukamta.

Apalagi ini tahun 2018 ada Pilkada serentak kemudian tahun 2019 juga ada Pilpres dan Pileg. "Kami tidak ingin media sosial yang ada di Indonesia bersikap tidak netral," katanya.
Skandal bocornya data terungkap setelah penelusuran yang dilakukan media Inggris, The Observer dan The Guardian, yang menunjukkan Cambridge Analytica memanen data tak kurang dari 50 juta pengguna Facebook. Belakangan diketahui kebocoran data terjadi pada setidaknya 87 juta pengguna, sebagian besar di Amerika Serikat.

Pemerintah telah meminta Facebook melakukan audit forensik digital untuk mengetahui akun mana saja yang informasinya bocor dan digunakan tanpa izin pemilikinya. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 28 (c) Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.

“Di aturan kami, masyarakat yang datanya dipakai mempunyai hak untuk mendapatkan penjelasan dipakai untuk apa data itu. Dan Anda punya hak untuk meminta data itu dihapus dan data Anda diubah," ujar Staf ahli bidang hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika Hendri Subiakto.

Data-data itulah yang menurut Hendri dijual untuk kepentingan politik maupun pemasaran.

"Masalahnya, masyarakat kita ini terlalu sukarela kesukaannya diketahui, orientasinya politiknya diketahui oleh Facebook dan Google, itu mereka tetap merasa find-find saja," kata Hendri dalam diskusi bertajuk "Maling Data Facebook" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/4/2018).

Padahal, kebocoran data jutaan pengguna Facebook di seluruh dunia seperti dalam skandal Cambridge Analytica, bermula dari kesepakatan yang disetujui perusahaan tersebut. Facebook mengizinkan aplikasi yang dikembangkan Global Science Research, milik peneliti Aleksander Kogan, mengumpulkan ribuan data pengguna dengan kedok riset akademis.

Namun aplikasi itu ternyata mengambil data jutaan pengguna berdasarkan pertemanan di Facebook. Data itulah yang lantas dijual secara ilegal pada Cambridge Analytica dan digunakan untuk menyebarkan isu, kabar palsu, dan hoax untuk mempengaruhi emosi dan pilihan politik warga pada Pemilu Presiden Amerika serikat. 

Sanki hukum berupa kurungan penjara bisa menimpa karyawan facebook di Indonesia terkait dengan kebocoran data pengguna warga Indonesia.
Pemerintah akan menjatuhkan sanksi hukum kepada Facebook Inc. terkait bocornya data pengguna warga Indonesia. Saat ini, Kepolisian RI tengah melakukan investigasi mendalam terhadap kasus tersebut.
Investigasi ini merupakan permintaan langsung Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara kepada Kapolri Tito Karnavian setelah adanya indikasi data satu juta pengguna Facebook di Indonesia telah diambil oleh Cambridge Analytica.
Tidak tanggung-tanggung, Rudiantara mengancam menutup akses Facebook atas kebocoran data tersebut. Jika terbukti bersalah, karyawan Facebook di Indonesia bisa dipenjarakan hingga 12 tahun atau denda sebesar Rp12 miliar atau US$871.000.
"Saya memandang serius masalah ini dan telah mengambil beberapa langkang penting untuk berkoordinasi dengan penegak hukum," ungkap Rudiantara, dikutip dari Bloomberg, Kamis (5/4) malam.

Sumber-sumber :
http://industri.bisnis.com/read/20180406/105/781294/akibat-data-bocor-karyawan-facebook-di-indonesia-bisa-dipenjara-12-tahun

https://tirto.id/bocor-data-facebook-dan-kebiasaan-berbagi-informasi-pribadi-cHoL

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43792744

Wildhan Alsyafbadri
2TB03
27316650